Minggu, 31 Mei 2009

Cerpen

Senja Semakin Mendekat

Senja semakin mendekat,dipenghujung jalan, kendaraan itu semakin melaju dengan kencang tiada yang dapat menghentikan kecuali oleh sang pengendara itu sendiri. Kini guru SD yang yang mengajar anak-anak itu kembali ke rumah dengan membawa beban yang terus dipikul dipundaknya. Seakan hal itu sudah menjadi kegiatan rutinnya. Padahal ia sendiri harus menanggung beban dari mutiara hatinya yang kini mulai beranjak remaja yang sebentar lagi memasuki bangku SMA.Lalu ia harus berfikir dua kali, apa gerangan yang akan dilakukan dengan itu semua,apa yang perlu dipersiapkan untuk mutiara-mutiara hatinya apalagi mereka adalah seorang gadis yang membutuhkan perhatian lebih bila dibandingkan dengan cowok,meskipun tak sepantasnya kita membeda-bedakan dalam mendidik buah hati kita.

Rasa lelah dan letih kadang bergelayut di sekujur tubuh seakan badan terasa remuk, peredaran darah seakan berhenti, mata seakan sulit diajak kompromi.Inilah hal rutin yang dirasakan oleh temanku Bu Arni,ia selalu mengatakan itu ketika aku tanya mengapa ia sering terlambat kalau kuliah.Bayangkan saja ia harus bersiap-siap semenjak pukul 05.00 WIB,mempersiapkan anak-anak sekolah dan ia sendiri siap-siap berangkat kerja. Sesampai di tempat kerja ia harus mengajar anak-anak kelas V yang nakalnya agak lumayan katanya. Pulang rumah kadang sampai pukul 14.00-15.00 WIB.inilah kegiatan rutin yang ia jalani selama ini,itupun ia lakukan sendiri tanpa ada yang menemani.

Hari-hari yang ia jalani seakan berat,semenjak pembantunya yang bernama Embak Ana ia pulangkan gara-gara sering pulang malam,Ia khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu pada pembantunya tersebut.Sebenarnya aku sendiri kalau melihat perlakuan Bu Arni pada pembantunya sangat manusiawi dan baik,ia memberi kebebasan dalam bergaul yang wajar kepada pembantunya tersebut, tetapi yang namanya anak remaja begitu ada rayuan yang mengoda Embak Anapun terbujuk rayu oleh seseorang sehingga Bu Arni agak jenuh untuk menasehati,padahal Embak Ana sudah sering kali ia nasehati.Jalan terakhir yang Bu Arni lakukan yaitu memulangkan Embak Ana ke rumah orang tuanya, hal itu ia lakukan untuk menghindari hal yang lebih fatal, itulah yang ia ceritakan padaku ketika aku tanya mengapa pembantunya dipulangkan.

Rumah yang besar dan bertingkat itu seakan sepi dengan berkurangnya salah sorang penghuni yang biasa menemani dikala sang ibu bekerja untuk mengajar di salah satu SD Negeri di kecamatan Bubutan Surabaya.Rumah yang biasa dihuni oleh 4 atau 5 orang itu sekarang tinggal dihuni oleh 3 orang kalau dimalam hari.Memang Bu Arni pernah bercerita kalau dia merasa lebih tenang dengan dipulangkanya Embak Ana, karena ia tidak khawatir lagi dengan tanggungjawab yang dipikulnya kalau terjadi apa-apa dengan Embak Ana. Tetapi ia merasa capek dengan tugas-tugas yang menumpuk di rumah.Apalagi kalau menjemur pakaian di rumah atas.Naik turun tiada yang membantu. Ya..... beginilah hidup kadang di atas kadang kala di bawah bak roda yang selalu berputar untuk terus menjalani kehidupan ini. Di satu sisi ia merasa plong dengan kekhawatiranya di satu sisi ia membutuhkan orang yang membantu bekerja di rumah.Pernah sih aku mencoba mengoda dengan mengatakan ,”Oke kalau mau cari pembantu tidak usah repot-repot,aku mau jadi pembantu yang sepesial,ya..... disuruh apa saja aku mau”.Apa yang dikatakann oleh Bu Arni dengan pernyataanku tersebut,” Wah....... kalau begitu aku tak sanggup untuk membayarnya Pak.....”,sambil senyum ia mengatakan hal itu.

Suatu ketika aku ke rumah Bu Arni untuk mengeprint out tugas kuliah,ternyata dia sakit demam dan pusing-pusing.Ia ada di kamar, yang ada adalah putrinya Yanti,”Yan kemana ibumu ?.....” .tanyaku padanya.”Ibu ada di kamar, sakit”, jawabnya. ”Ya...baiklah biar ibumu istirahat aku mau mengeprint saja setelah itu pulang”,kataku pada Yanti.Eh.... tak lama kemudian Bu Arni keluar dengan mengenakan jaket dan wajah agak lusuh, ia tidak memakai kaca mata yang biasa digunakan.”Pak Sori ya.... aku agak kurang enak badan”,katanya.”Ya ndak apa-apa bu,sampeyan istirahat aja,aku Cuma mengeprint aja kok”,jawabku singkat.Tak seberapa lama,Bambang suami dari Bu Arni datang dan ngomong dengan ku sebentar dan menyuruh Embak Ana membeli obat untuk Bu Arni,saat itu Embak Ana belum dipulangkan.Bambang kemudian masuk kamar dan aku sendiri mengerjakan tugasku.Selesai mengeprint aku ucapkan terima kasih dan pulang kerumah.

Itulah kejadian semasa masih ada Embak Ana,masih ada yang disuruh beli obat,atau membantu apa yang perlu di bantu.Lain halnya ketika sudah tidak ada Embak ana,ia jatuh sakit lagi,karena kecetit punggungnya,sampai-sampai ia tidak masuk kuliah dan ia bercerita kejadian itu terjadi ketika ia mengangkat jemuran,tahu-tahu punggungnya terasa sakit dan ia tidak dapat bekerja apa-apa.Rasanya ia mau menangis dan akhirnya ia memanggil tukang pijat untuk memijat dirinya.Alhamdulillah setelah dipijat badannya terasa agak mendingan dan dapat mengajar lagi bahkan dapat masuk kuliah pada hari berikutnya.

Ada kejadian lagi yang ia ceritakan yaitu ketika Vivi putri keduanya bermain bandulan dirumah atas,dia terjatuh dan dagunya agak sobek,yang bikin ia kesal adalah meskipun ada bapaknya yaitu Pak Bambang, Pak Bambangnya ndak cerita kalau Vivi habis jatuh.inilah yang kadang ia jadi sulit kalau meninggalkan kedua putrinya untuk kuliah atau kegiatan lainnya. Nah kalau ada tugas kuliah dan ada teman yang menyatakan hal yang berkaitan dengan putri-putrinya aku sudah tidak bisa ngomong apa-apa.Aku menyadari sebagai teman,bagaimana rasanya kalau bekerja sendiri,menyiapkan segala sesuatu sendiri,sangat-sangat repot. Jangankan satu minggu dirumah sendiri,tiga hari saja aku ditinggal istriku ke Malang aku jadi kerepotan sendiri karena tidak ada yang menyiapkam makan,minum,atau kebutuhan yang lainya.

Aku melihat sosok Bu Arni ini adalah wanita yang tegar,tahan menanggung derita yang sekian lama menderanya.Belum lagi cobaan hidup yang datang silih berganti.Dalam kondisi sakit kangker payudara yang menyerangnya,ia berusaha bertahan dengan segenap kemampuannya,ia coba pengobatan secara medis maupun non medis dan akhirnya ia dapat melampau masa kritis yang mengelayutinya.Memang tidak semua orang mampu melewatinya,tapi dengan tekad yang membaja dan harapan hidup yang membara ia dapat mengalahkan penyakit yang menderanya. Mungkin dengan dua buah hatinya yang selalu ada disampingnya,dia jadi bersemangat untuk mengarungi hidup ini meskipun masalah yang dihadapinya tak kunjung selesai.Aku sendiri tak bisa membayangkan bagaimana perasaannya melihat kondisi semacam itu, kemudian ia melihat dan mendengar sesuatu yang sangat menyakitkan hati berkaitan dengan belahan jiwanya.Hati ini seakan diiris-iris dan perih tiada terkira.Tapi aku melihat dia selama ini tegar mengadapi hidup yang penuh dengan teka-teki ini. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi dengan hari esok ?. Dia dalam mendidik putri-putrinya juga sangat perhatian,bahkan ia sangat mengkhawatirkan putri-putrinya kalau pulang terlalu malam dari kuliah, maka setelah jam kuliah habis, ia cepat-cepat pulang lebih dulu dan tak pernah sekalipun ia beriringan denganku meskipun rumah kami searah dan sejalan.Aku yang kebetulan sebagai PK selalu pulang paling akhir karena harus mengembalikan alat bantu pembelajaran dan absen di kantor,bahkan aku pulangnya malah kadang-kadang sama Mami (Bu Titiek).

Waktu di dalam kelas kadang kala aku mengamati temaku tersebut,ia kadang sedang asyik ngobrol dengan Bu Mia ataupun dengan Bu Rita,tapi kadang kala juga lagi memegang HPnya dan SMS entah pada siapa ?, mungkin pada buah hatinya atau pada temanya yang lain. Dengan kejadian itu kadang aku berfikir,temanku ini sebenarnya agak mesterius juga,mengapa saya katakan demikian ?. Ya kami kalau di kelas hampir jarang melakukan komunikasi langsung alias jarang ngobrol bersama-sama,tapi kalau lewat telopon kami sangat asyik mengobrol bicara banyak hal mulai masalah kuliah,pendidikan sampai masalah pribadi.Yaitu kalau di perkuliahan kami seakan jauh. Inilah yang saya katakan mesterius. Aku sendiri tak tahu apa tanggapan dia tentang aku, apakah aku ini orang yang menyebalkan,menjengkelkan,merepotkan atau yang biasa-biasa saja. Ini yang kadang aku sendiri tak tahu. Kadang ia memberi masukan yang positif pada diriku berkaitan sebagai PK. Apa memang ia bersikap semacam itu untuk menghindari hal-hal yang negatif dari tanggapan teman-teman kuliah. Kalau hal itu yang ada di benaknya aku sangat memakluminya, memang itulah yang harus kita jaga.Kita sama dewasa,di UNESA ini kita dapat tugas yang mulia yaitu belajar menggali ilmu dari para pakar yang kompeten.Kesempatan ini harus kita gunakan dengan sebaik-baiknya,jangan sampai di salah gunakan untuk hal-hal yang negatif.

Arni.... Ya ...Arni , aku sendiri tak tak tahu bagaimana awalnya dia dipanggil Arni oleh teman-teman sekerjanya dan ia sendiri memperkenalkan diri dengan teman-teman barunya dengan nama tersebut,sedang aku sendiri mengenal dia tetap dengan panggilan Sri,ya.... Sri...., panggilan ketika kami sama-sama di bangku SD.Tapi aku sendiri salut untuk dia yang dapat bertahan dalam terpaan hidup yang mungkin tidak semua orang dapat menjalaninya, tapi ia tetap bersemangat dalam proses kehidupan ini.Aku sendiri jadi bertanya dalam hatiku,kekuatan apakah yang menyebabkan ia tetap survef dengan kehidupan ini.Inilah yang menyebabkan aku menulis tentang dia.Aku sebagai teman hanya bisa memberi motivasi dan membantu sebisanya terhadap apa yang ia minta bantu,tapi kelihatanya ia adalah seorang yang mandiri,ia sendiri pernah mengatakan padaku bahwa ia akan berusaha semampunya selama ia bisa. Dengan tekad semacam itu aku tambah kagum padanya,meskipun kekaguman itu tak lebih dari kekagumanku terhadap istriku sendiri yang berjuang denganku mulai dari awal pernikahan sampai sekarang. Kekagumanku ini adalah sebatas rasa kemanusiaan tak lebih dan tak kurang.

Sri yang kini dipanggil oleh teman-teman dengan panggilan Bu Arni adalah sosok yang penuh dengan kemandirian,ia hidup bagai menggantung dalam ketidak pastian dalam mengarungi bahtera di samudra kehidupan yang penuh dengan gelombang dan badai yang kadang datangnya tak terduga,tapi ia menatap kehidupan ini dengan seyum yang selalu tersungging di bibir yang indah, ia seakan tidak mengalami suatu peristiwa apa-apa.Mungkin orang yang baru mengenalnya, ia adalah sosok wanita yang penuh dengan keangunan,pesona atau lainnya, tapi bagi aku yang merupakan teman satu kampung mengenal ia dari luar seakan ia menanggung beban yang amat berat. Ya..... mungkin ini hanya opiniku dari luar aku sendiri tak tahu dari dia hati yang sangat dalam tentang apa yang dipikirkannya.Memang kalau aku lihat buku-buku yang ia baca selama aku berkunjung kerumahnya menunjukkan nilai-nilai spiritual seperti “Latanza” yang mengisahkan perjuangan untuk hidup selalu mendapat ridho dari Allah SWT.Memang dengan banyak membaca kita seakan mendapat spirit dari buku yang kita baca tersebut.Apalagi buku tersebut bertemakan tentang kehidupan yang menggugah untuk selalu berjuang dalam rona-rona kehidupan ini. Mungkin yang kurang dari temanku tersebut adalah pergaulan dengan orang-orang yang tepat,memang temanku tersebut agak tertutup dalam hal-hal yang bersifat sensitif yang berkaitan dengan biduknya. Dia sendiri seakan tak berbunyi kalau tidak diketuk.Bahkan dengan teman sekantorpun ia kurang berkomunikasi,atau bersama-sama membicarakan topik tertentu. Itulah gambaran yang aku peroleh dari teman sekantornya dan dari dia sendiri ketika aku tanya tentang kondisinya ketika di kantor.Akan tetapi kalau membicarkan hal-hal lain yang berkaitan dengan ilmu lumayan nyambung , bahkan sangat enak kalau berbicara dengannya.

Akhir-akhir ini dia disibukkan dengan pemberkasan sertifikasi,bahkan dalam menyelesaikan tugas tersebut sampai tidak tidur beberapa hari,katanya.Ia sendiri pulang malam untuk menyelesaikan tugas tersebut. Kalau melihat hal tersebut kelihatannya ia sosok pekerja serius dan bersemangat untuk meningkatkan karier. Memang potensi itulah yang aku lihat pada dirinya. Penuh semangat, dan kadang ada juga kekhawatiran kalau-kalua ia kurang berhasil dalam melaksanakan tugas. Pernah suatu kali ia bercerita tentang menurunnya nilai DP3nya, ia bahkan berani menanyakan pada kepala sekolahnya, mengapa sampai bisa nilai tersebut turun, padahal ia sudah loyal terhadap tugas-tugas sekolah yang diberikan padanya.Bahkan ia sempat membandingkan nilai DP3 punya temannya. Bahkan ia sempat menangis berkaitan dengan hal tersebut.Ia bertanya padaku apakah DP3 itu berpengaruh terhadap kenaikan pangkat dan golongan,aku katakan saja memang sih kalau tidak terlalu signifikan penurunannya tidak ada pengaruhnya. Ia mengatakan kalau begitu tidak apa-apa.

Dalam dunia kerja sekarang ini,dimanapun tempatnya selalu ada persaingan,cuma persaingan yang kurang sehat itulah yang sering muncul kepermukaan,hal itulah yang dialami oleh temaku tersebut,ia merasa diperlakukan kurang adil oleh atasannya. Padahal ia sudah bekerja semaksimal mungkin dan tak pernah menuntut transport atau apapun dari pimpinannya. Inilah yang membuatnya sedih kalau memikirkan dunia kerjanya. Aku sendiri pernah mengatakan bahwa hal itu tidak hanya dia alami, tapi juga pernah aku alami, tapi harus kita terima dengan lapang dada, suatu saat pasti akan kelihatan karena ada pepatah jawa yang mengatakan “Becik ketitik, ala ketara” yang artinya siapa yang benar pasti akan kelihatan akan kebenarannya,dan siapa yang salah pasti akan kelihatan kesalahan yang pernah dilakukannya. Mengapa aku mengatakan demikian ,karena aku sendiri melihat kalau kita tak punya dukungan atau suara yang seiya sekata dengan teman yang lain,justru kita yang akan disudutkan dan menjadi biang keladi dari semua itu. Padahal kitalah orang yang didholimi, kitalah yang diperlakukan tidak adil, bahkan kita kadang ditikam dari belakang. Di depan kita orang tersebut berkata manis seperti tidak ada masalah,tetapi di belakang kita, ia mengungkap kekurangan-kekurangan kita. Memberi bumbu aroma busuk pada ceritanya.

Dunia pergaulan dan dunia kerja memang kelihatanya berbeda , tapi kadang keduanya akan menimbulkam sentesa yang kadang menguntungkan ada kalanya merugikan. Dari pergaulan dengan teman yang tepat kita akan mendapatkan banyak manfaat, bahkan dengan teman yang tepat pengetahuan kita bertambah luas, kita tidak jadi kuper dan pengalaman semakin bertambah. Dari dunia pergaulan itu pula kita dapat membangun suatu tim yang dapat menciptakan lapangan kerja dengan adanya kesepakatan-kesepakatan. Akan tetapi kalau dunia pergaulan kita salah maka kita akan jatuh dalam lembah yang sangat merugikan kita bahkan akan membuat kita masuk daftar pencarian orang. Hal itu sudah lazim dalam dunia pergaulan.

Dalam dunia kerja kadang kita terikat dengan hirarkis, inilah yang menyebabkan kita mempunyai posisi yang kadang berbeda dengan orang lain, gara-garanya ya jabatan kita dalam bekerja tersebut. Ironi ini sudah jamak dalam dunia kerja. Sebenarnya dalam dunia kerja ini kita semua adalah patner untuk saling membutuhkan untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam dunia kerja ini kita adalah suatu tim yang saling mendukung untuk mewujudkan visi dan misi yang akan kita raih sehingga menimbulkan kerja sama tim. Tapi kadang kala justru persaingan yang tidak sehat yang kita dapatkan. Ada beberapa tipe manusia yang ingin selalu tampil di depan dan ingin mengendalikan semua orang yang ada di sekitarnya. Ada juga manusia yang punya tipe hanya mengekor saja tanpa punya ide yang mandiri. Bisanya hanya ikut sama teman. Nah inilah yang bikin kita jadi susah bin menderita,diajak bikin sulit, tidak diajak namanya teman. Belum lagi kalau dia suka memprotes tanpa memberikan solusi yang positif, di suruh memimpin tidak mau. Ya itulah dunia kerja.

Hal tersebut di atas itulah yang mungkin dialami oleh temanku tersebut.Akhir-akhir ini aku jarang berkomunikasi dengannya, dia sendiri tidak pernah mengobrol denganku atau via telpon. Kelihatanya ia mulai ada jarak denganku, aku menyadari bahwa hal itu mungkin lebih baik, aku mencoba untuk mengabaikan dia seakan aku tidak ada urusan sama sekali. Disini aku hanya sebagai teman biasa tidak lebih dan tidak kurang, bahkan dalam urusan kuliah saya anggap kita sama-sama dewasa punya rasa tanggung jawab masing-masing. Aku mencoba berfikir positif terhadap itu semua, tidak ada yang kurang sama sekali. Justru disini aku tak harus memikirkan orang lain.

Disisi lain aku melihat dia aktif juga berkomunikasi dengan teman –teman lain,dia sendiri sering menceritakan kelebihan dari Pak Mahfud, ia orangnya enak kalau dimintai tolong belajar komputer di kampus, tlaten, dan yang penting ia mau membantu teman. Bahkan Bu Arni waktu UTS komputer duduk bersebelahan dengan Pak Mahfud, mungkin ia dapat dengan mudah bertanya sesatu kalau mengalami kesulitan. Pak Mahfud sendiri orangnya care dengan teman, sehingga Bu Arni mungkin lebih enjoy kalau ngobrol dengannya, dan yang perlu aku ingat adalah Bu Arni tak sekalipun di kampus minta tolong padaku dalam pembelajaran komputer, meskipun banyak teman sering memanggil namaku untuk dimintai tolong cara mengoperasikan program komputer tersebut.

Aku kadang pada saat pemebelajaran mata kuliah tertentu menoleh kebelang sambil memperhatikan temanku tersebut,kadang ia tertawa mendengar penjelasan dosen yang kadang kala lucu atau menyerempet kehal-hal yang diasosiakan kurang pantas, dan hal-hal semacam itulah yang menyebabkan teman-teman jadi gerrrrr......... Melihat hal semacam itu aku berfikir seakan Bu Arni tidak mempunyai beban yang begitu berat, ia sendiri dalam perkulihan memang kurang aktif untuk menanyakan sesuatu pada dosen seperti teman-teman yang lainnya.Lebih-lebih yang mengajar Pak Heru Subrata, Beliau mengajar mata kuliah Kajian Sastra. Sungguh sangat ekspresionis ketika beliau mengajar, orangnya lucu dan kocak, pandai berakting hal itulah yang menyebakan teman-teman senang kalau diajar beliau. Aku melihat Bu Arni kadang tertawa lepas mendengar penjelasan Pak Heru. Apalagi kalau Pak Heru mulai membuka laptopnya, ada teman yang mengatakan Pak Kurang besar, beliau menjawab gampang nanti kan bisa besar sendiri, yang suka membesarkan itu bagian ibu-ibu. Maka secara sepontan banyak teman yang tertawa lepas.Tak terkecuali Bu Arni.

Mataharipun mulai beranjak menuju ke barat, Jam dinding di kampus kami menunjukkan angka 14.40 WIB. Pelajaran kajian sastra telah usai, Pak Herupun undur diri. Waktunya berganti Pendidikan Jasmani dan Olah raga yang di asuh oleh bapak Mungid, kami menunggu beberapa menit, akan tetapi beliau belum datang. Teman perempuan banyak yang ke mushola untuk sholat dan ada juga yang ke kantin. Ada teman yang mendesakku untuk menghubungi bapak Mungid via telpon, akupun menghubungi Bu Dwi, ia mengontak nomer dari Bapak Mungid, ternyata Hpnya tak nyambung jadinya kami tak dapat menghubungi beliau. Hal itu aku sampaikan pada teman-teman. Ada beberapa teman yang tak sabar dan pulang. Aku tetap menunggu dosen tersebut. Betul juga tak berapa lama Bapak Mungid datang dan masul kelas. Memang kelas A kalau hari Minggu merupakan kelas yang paling akhir pulangnya. Begitu beliau masuk langsung mengambar lintasan lapangan atletik dan menjelaskannya. Kami saat itu memperhatikan dengan seksama tentang materi yang beliau ajarkan, dalam penyampaian materi tersebut Bapak Mungid juga menyampaikan jok-jok yang lucu yang menyebabkan teman-teman tertawa untuk melepas kebosanan yang mengoda.

Aku melihat kepenatan mulai terasa bergelayut pada teman-teman. Jam dinding sudah menunjukkan angka 16.30 WIB.tak berapa lama kemudian perkuliahan diakhiri. Teman-temanpun langsung menuju tempat parkiran mencari kendaraannya sendiri-sendiri dan lansung pulang. Begitu pula aku melihat Bu Arni langsung mengenakan atribut yang biasa ia kenakan dan pulang. Aku sendiri pulang agak akhir karena harus mengembalikan absen pada Pak Mungid dan tak lama kemudian Bu Dwi masuk memberikan sovenir pada beliau. Setelah itu akupun bergegas pulang.

Aku sendiri sebagai seorang laki-laki merasakan rasa penat di sekitar leher dan badan. Coba aku sendiri membayangkan ibu-ibu yang masih mengurusi rumah tangga, betapa penatnya mereka ketika sampai di rumah. Belum lagi melayani keperluan anak dan suaminya masing-masing. Ya inilah resiko dari sebuah pekerjaan, kalau seorang wanita bekerja, maka secara otomatis ia harus dapat membagi waktu yang tepat anatara kerja dan keluarga. Inilah resiko dari wanita karier. Memang ada beberapa teman yang mengalami masalah ketika kariernya meningkat. Maka di sisi lain ia mengalami problem yaitu berkaitan dengan suaminya. Ada yang suaminya selalu cemburu, ada suaminya yang minder karena istri pendidikkannya lebih tinggi, dan masih banyak lagi problem yang dihadapi oleh mereka.

Salah satu prolem yang di hadapi oleh temanku adalah perselingkuhan suaminya dengan orang ketiga, inilah yang dapat merusak sendi-sendi rumah tangga yang sudah sekian lama dibangun bersama. Rumah tangga jadi hancur berantakan gara-gara fihak ketiga yang hadir dalam kehidupan rumah tangga orang lain tersebut. Inilah kalau iman dan taqwa sangat tipis adanya. Semua masa indah waktu berpacaran jadi hilang sirnah, anak-anak yang jadi buah hatipun jadi korban , anak-anak jadi kurang perhatian, jiwa tertekan, megetahui masalah orang dewasa yang tak semestinya ia ketahui, kadang merasa minder dengan teman, dan masih banyak lagi dampak yang tidak baik yang ditimbulkan oleh hal yang namanya “Perselingkuhan” tersebut.

Memang salah satu problem dalam rumah tangga adalah hadirnya orang ketiga. Inilah yang merusak masa-masa indah. Yang tadinya cinta menjadi benci, yang tadinya sayang menjadi dendam. Sehingga tema perselingkuhan menjadi tema sebuah lagu yang lagi ngetren akhir-akhir ini. Bahkan tema perselingkuhan ini diangkat dalam layar kaca maupun layar lebar. Mestinya kita sebagai orang yang beradab dan berpendidikan memikirkan dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. Lebih-lebih kalau ditinjau dari segi agama. Sungguh ironis memang hidup ini, banyak peristiwa yang semestinya jadi pelajaran malah kita abaikan.

Inilah kehidupan dunia modern, semua menuntut persamaan gender, begitu kesmpatan ada maka masalah yang lain akan timbul, ya....seperti sekarang ini. Begitu banyaknya wanita memasuki dunia kerja maka persaingan semakin ketat dan menimbulkan dampak yang tak terduga sebelumnya. Sehingga sesuai dengan hukum Newton yang menyatakan setiap aksi akan menimbulkan reaksi. Semua itu berbanding lurus seberapa besar aksi yang dilakukan maka sebesar itu pula reaksi yang ditimbulkannya. Salah satu dampak dari wanita berkarier adalah adanya pelecehan seksual, perselingkuhan, tekanan psikologis dari atasan dan dampak ke dalam maupun ke luar. Ini semua memang harus terjadi sesuai dengan perkembangan jaman menuju dunia industri dan komunikasi. Semua dituntut lebih cepat, praktis dan kadang-kadang wanita hanya digunakan sebagai daya pikat dari suatu produk untuk konsumen. Belum lagi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang lebih dikenal dengan istilah “KDRT”. Berapa banyak sudah wanita-wanita yang menjadi korban “KDRT” tersebut yang mengakibatkan hancurnya bahtera rumah tangga. Inilah yang terjadi pada temanku tersebut. Sehingga ia sendiri hidup dalam ketidak pastian antara hidup berumah tangga dan tidak. Dikatakan masih sah sebagai suami istri karena belum adanya kepastian hukum yang menetapkannya untuk berpisah. Dikatakan berpisah karena selama ini sudah lama tidak melasanakan layaknya suami istri yang wajar.Katakanlah perkawinannya sekarang dalam posisi mengantung.

Fenomena hubungan anatara kaum Adam dan Hawa memang sangat melegenda, contoh yang nyata dalam kitab suci adalah tragedi antara Habil dan Khobil, yang berakhir dengan peristiwa pembunuhan. Hal itu di picu oleh ketidak puasan diri yang berkaitan dengan wanita. Kalau dalam sejarah Mesir masalah yang fenomenal yaitu berkaitan dengan Putri Cleopatra, yang menyebabkan perselisihan kaum bangsawan disana. Nah kalau di tanah Jawa yang perkaitan dengan kaum Hawa adalah peristiwa Ken Arok dan Kendedes, bagaimana Ken Arok yang tertarik dengan Kendedes yang akhirnya Ken Arok membunuh Suami sah dari Kendedes yaitu Tunggul Ametung dan akhirnya memperistri Kendedes. Satu peristiwa lagi yang berkaitan dengan kaum perempuan adalah legenda Bandung Bondowoso yang tertarik dengan Roro Jonggrang, tetapi sang putri tidak tertarik dengan Sang Pangeran dan akhirnya membuat trik supaya pinangannya gagal, tetapi justru membuat malapetaka bagi sang Roro yang disabda jadi batu untuk menggenapi jumlah arca supaya jadi seribu.

Memang wanita itu mempunyai pesona yang dapat menarik setiap pria yang memandangnya. Pesona itu akan selalu dipancarkan dari seluruh tubuh wanita, mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut. Sehingga dalam hukum Islam setiap wanita muslimah dinjurkan menutup auratnya kecuali wajah dan telapak tanggan. Inilah hal yang diwajibkan oleh Islam untuk menjaga kehormatan seorang wanita dan menjaga hal-hal yang tidak di inginkan. Tetapi kenyataan yang terjadi di permukaan, justru banyak wanita yang mempertontomkam kemolekan tubuhnya, sehingga wanita tersebut menjadi perhatian dari kaum Adam. Ya inilah hukum alam yang terjadi seperti yang dijelaskan oleh Newton tentang aksi dan reaksi. Belum lagi hukum partikel yang dikemukakan oleh Instein tentang partikel atom dengan adanya daya tarik menarik dua pertikel yang berbeda.

Hal-hal tersebut diatas mungkin yang menyebabkan terjadinya peristiwa perselingkuhan, meskipun kedua belah fihak sama-sama mempunyai pasangan masing-masing secara sah. Atau mungkin adanya sesuatu yang kurang pas dalam hubungan intern rumah tangga masing-masing. Atau juga memang adanya kelemahan dalam iman dan taqwa dari masing-masing individu dalam berkeyakinan terhadap Sang Pencipta sehingga menimbulhan gaya hidup hedoisme sesaat, tanpa mempertimbangkan akibat dari perbuatan tersebut bagi pasangannya dan buah hatinya. Atau memang makhluk yang namanya wanita ini selalu mempunyai daya tarik bak magnit menarik besi, atau benda-benda fero magnetik sehingga begitu ia mengeluarkan auranya, mata pria akan tertuju padanya . Seandainya saja masing-masing individu dapat menjaga diri tentu tragedi yang namanya perselingkuhan tak akan terjadi.

Tragedi sudah terlanjur berlangsung, air mata sudah menetes di pipi yang bersih, meleleh menghiasi jiwa yang hancur berkeping-keping, kepercayaan yang sudah dibangun bertahun-tahun kini seakan sirna tiada makna. Meskipun wujud cinta sudah berbuah kini seakan tak berarti apa-apa, tiada lagi kata maaf yang dapat diterima oleh hati, walau prasarat dan janji terucap beribu kali. Kini hati jadi beku bak berada di kutup utara atau selatan yang tak pernah cair. Semua pintu maaf seakan tertutup sudah, yang ada hanya kepiluan yang membujur kaku. Aroma yang dulunya semerbak mewangi seakan berubah jadi busuk, bak bangkai yang lama tak terkubur. Rona-rona keindahan jadi sirna. Bayangannyapun tak ada, Panorama yang begitu indah bak sunset disore hari tiada kesan lagi. Itulah yang kini ada dalam benak temanku yang bernama Arni . Pernah aku katakan , apakah sudah tak bisa membangun mahligai lagi dari nol dan memaafkan semua yang terjadi dan kita ingat masa-masa yang indah dan melupakan semua yang membawa trouma. Iapun mejawab dengan berat hati bahwa itu sudah lewat dan tak dapat berulang lagi. Ibarat sebuah magnit sudah kehilangan kemagnitannya. Daya tarik yang dulu dimiliki kini sirnah sudah.

Detak jantung seakan berlahan, darah sulit untuk mengalir, air mata sudah habis dan kering, mata sudah nanar untuk melihat kalau tak memakai kaca mata minus delapan. Walau hati membaja untuk melanjutkan nafas yang terengah-engah, tapi tatkala sakit menyerang secara tiba-tiba, maka yang ada hanya kepasrahan untuk menerima kenyataan. Sudah mau apa dikata, lunglai tulang untuk tegak, gemetar badan untuk bertindak. Tapi tanggung jawab ada di depan mata. Seringai tawa anak kelas V A kadang membayang di pelupuk mata, canda dan tawa anak-anak seakan memanggil-manggil untuk mendapat bimbingan dalam belajar,hal inilah yang tak bisa ia tinggalkan untuk mengajar.Belum lagi kelucuan beberapa anak yang mengundang tawa, seakan mencari perhatian untuk kasih sayang dari seorang guru. Inilah perasaan yang selalu bergelayut dalam benak Bu Arni. Walau kadang sakit berjangkit, ia tetap berusaha untuk mengajar murid-muridnya.

Bulan Mei minggu terakhir 2009, ia tak masuk kuliah karena sakit di sekitar leher, entah apa penyebabnya ia sendiri tak mengetahuinya. Aku bersama istriku berkunjung ke rumah Bu Arni karena pada Kamis pukul tujuh ia menelpon aku untuk memasangkan print yang baru ia ambil dari temannya. Saat aku ke rumahnya tersebut aku melihat seorang ibu tua yang mempersilahkan kami masuk, ternyata adalah ibunya Bu Arni, Ia sendiri masih berada di dalam, mungkin ia mempersiapkan diri karena ia kurang bisa menggerakkan lehernya, ia bilang sedang sakit “Tenggengen” yaitu sakit yang kurang dapat menggerakkan leher ke kanan atau ke kiri. Sementara aku memasang print, istriku berbincang dengan ibunya Bu Arni. Aku sendiri tak tau dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Bu Arni juga ikut menemui istriku walau ia sakit. Tak lama aku memasang prit dan setelah terpasang aku coba untuk mengeprit dan ternyata bisa. Sebenarnya tak sulit memasang prit pada komputer, mungkin karena tak terbiasa, Bu Arni Menelpoku untuk minta tolong.

Inilah sebuah resiko kalau hidup menggantung dengan ketakpastian,aku ingat peristiwa yang diterangkan oleh dosenku Pak Gino yang menerangkan panjang suatu benda dengan mistar 30 cm, beliau menerangkan tentang prosentasi ketakpastian, ya.... ternyata dalam hukum fisika ada ketakpastian dalam pengukuran, artinya dalam pengukuran suatu benda maka akan terjadi tingat kesalahan dari alat yang digunakan, kalau alat itu tingkat kesalahanya kecil maka tingat keakuratannya semakin mendekati kebenaran mutlak. Ya ... Beginilah Bu Arni, ketika ia membutuhkan seseorang untuk membantunya mengerjakan pekerjaan di rumah, ia merasa kesulitan karena belahan hatinya sudah tak tertaut lagi dalam jiwa yang menggelora. Ia bahkan tak mau memohon uluran tangan dari Sang Arjuna yang dulu dipuja semasa remaja. Inilah yang aku sebut dengan tak kepastian hukum fisika dalam pengukuran benda, cuma kalau ini di terapkan dalam disiplin ilmu rumah tangga maka yang timbul adalah kesengsaraan lahir dan batin. Alias tingkat kesalahannya sangat-sangat fatal.

Sekarang tinggal Bu Arni sendiri yang dapat mengambil keputusan, apakah ia selamanya hidup seperti itu, atau ia ingin memperbaharui kehidupannya dengan membangun dari nol lagi atau ia akan mengambil kepusan yang lain. Apakah ia berani mengambil sebuah kepusan yang dapat merubah jalan hidupan. Itu semua yang tahu adalah Bu Arni. Tiada orang yang tahu apa sebenarnya yang ada di dalam hati,jantung dan jiwa dari Bu Arni kecuali ia sendiri dan Yang Maha Agung Bijaksana. Kesempatan masih ada, sang waktu masih menunggu dan senjapun belum tenggelam ke peraduannya. Adakah nyali untuk mengarah keperubahan ?. atau memang ia ingin seperti ini selamanya sampai senja menjelang di penghujung cakrawala sebelah barat, ketika nafas sudah mulai berhenti, ketika deburan ombak sudah tak terdengar lagi, atau menunggu tubuh terbujur kaku di sebuah tempat yang berukuran 1 meter kali 2 meter, berselimutkan kain putih bersih, beraromakan dupa wewangian dan kembang mawar setaman, mata terpejam tidur panjang menunggu terompet sang Malaikat di padang penantian.

Surabaya,1 Juni 2009


Tidak ada komentar:

KELAS 4A DIMASA PANDEMI

Kondisi pandemi yang hampir satu tahun ini menyebabkan pembelajaran dilakukan 100 % melalui daring. Anak-anak hanya bisa bertemu gurunya mel...