Senin, 04 Mei 2009

Analisis Puisi Krawang-Bekasi

Tugas Mata Kuliah : Kajian Sastra
Dosen Pengampu : Heru Subrata
Jenis Tugas : Analisis Karya Sastra ( Puisi )
Nama Mahasiswa : Janny Mudjijanto
N I M : 081644374
Kelas / No Urut : A / 56
Kampus : Jl.Mustopo
Puisi Yang Dianalisis Karya : CHAIRIL ANWAR Dengan Judul : KRAWANG-BEKASI

KRAWANG-BEKASI

Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan
dan harapan atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno,menjaga Bung Hatta,menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh


PENDAHULUAN :

Penyair Legendaris Indonesia

Puisi-puisi "Si Binatang Jalang" Chairil Anwar telah menjadi inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan bangsanya. Pria kelahiran Medan, 26 Juli 1922, ini seorang penyair legendaris Indonesia yang karya-karyanya hidup dalam batin (digemari) sepanjang zaman. Salah satu bukti keabadian karyanya, pada Jumat 8 Juni 2007, Chairil Anwar, yang meninggal di Jakarta, 28 April 1949, masih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra. Penghargaan itu diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.
Chairil memang penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Hal ini, antara lain tercermin dari sajaknya bertajuk: "Krawang-Bekasi", yang disadurnya dari sajak "The Young Dead Soldiers", karya Archibald MacLeish (1948).

Dia juga menulis sajak "Persetujuan dengan Bung Karno", yang merefleksikan dukungannya pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.
Bahkan sajaknya yang berjudul "Aku" dan "Diponegoro" juga banyak diapresiasi orang sebagai sajak perjuangan. Kata Aku binatang jalang dalam sajak Aku, diapresiasi sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka.

Chairil Anwar yang dikenal sebagai "Si Binatang Jalang" (dalam karyanya berjudul Aku) adalah pelopor Angkatan '45 yang menciptakan trend baru pemakaian kata dalam berpuisi yang terkesan sangat lugas, solid dan kuat. Dia bersama Asrul Sani dan Rivai Apin memelopori puisi modern Indonesia. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Hari meninggalnya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.

Chairil menekuni pendidikan HIS dan MULO, walau pendidikan MULO-nya tidak tamat. Puisi-puisinya digemari hingga saat ini. Salah satu puisinya yang paling terkenal sering dideklamasikan berjudul Aku ( "Aku mau hidup Seribu Tahun lagi!"). Selain menulis puisi, ia juga menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Dia juga pernah menjadi redaktur ruang budaya Siasat �Gelanggang� dan Gema Suasana. Dia juga mendirikan �Gelanggang Seniman Merdeka� (1946).

Kumpulan puisinya antara lain: Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (1949); Deru Campur Debu (1949); Tiga Menguak Takdir (1950 bersama Asrul Sani dan Rivai Apin); Aku Ini Binatang Jalang (1986); Koleksi sajak 1942-1949", diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986); Derai-derai Cemara (1998). Buku kumpulan puisinya diterbitkan Gramedia berjudul Aku ini Binatang Jalang (1986).
Karya-karya terjemahannya adalah: Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948, Andre Gide); Kena Gempur (1951, John Steinbeck).
Sementara karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol adalah: "Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960); "Cuatro poemas indonesios, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de Mallorca, 1962); Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963); "Only Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969);
The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970); The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan HB Jassin (Singapore: University Education Press, 1974); Feuer und Asche: s�mtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978); The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993)

Sedangkan karya-karya tentang Chairil Anwar antara lain:
1) Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953); 2) Boen S. Oemarjati, "Chairil Anwar: The Poet and his Language" (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972); 3) Abdul Kadir Bakar, "Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar" (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974); 4) S.U.S. Nababan, "A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar" (New York, 1976); 5) Arief Budiman, "Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan" (Jakarta: Pustaka Jawa, 1976);

6) Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976; 7) H.B. Jassin, "Chairil Anwar, pelopor Angkatan '45, disertai kumpulan hasil tulisannya", (Jakarta: Gunung Agung, 1983); 8) Husain Junus, "Gaya bahasa Chairil Anwar" (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984); 9) Rachmat Djoko Pradopo, "Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern" (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985); 10) Sjumandjaya, "Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987); 11) Pamusuk Eneste, "Mengenal Chairil Anwar" (Jakarta: Obor, 1995); 12) Zaenal Hakim, "Edisi kritis puisi Chairil Anwar" (Jakarta: Dian Rakyat, 1996). ►e-ti/tsl, dari berbagai sumber
Kali ini kami mencoba untuk menganalisis sebuah karya dari Chairil Anwar dengan Judul “KRAWANG-BEKASI”.Kalau melihat dari judul tersebut Chairil ingin negaskan arti penting dari peristiwa yang berkaitan dengan tempat.Tempat merupakan identitas bagi seseorang,tempat merupakan titik 0 dari suatu kejadian.Disini seakan ada pesan jangan sampai kita lupa terhadap asal usul kita,tempat kita,dimana suatu peristiwa itu terjadi,sekecil apapun tempat itu,kalau mengandung nilai sejarah harus tetap kita hargai sebagaimana mestinya.Karena dari sana nilai sejarah itu bermula.Krawang dan Bekasi adalah sebuah kota kecil yang berada dekat Jakarta,akan tetapi dari sanalah ada sesuatu yang ingin di ungkap oleh Sang Penyair arti dari sebuah perjuangan.Dari kota kecil itulah ada sesuatu yang besar yang telah dikorbankan demi Kemerdekaan Indonesia.Bila dibandingkan dengan Jakarta,Krawang dan Bekasi tidak ada apa-apanya,tetapi menurut Sang Penyair dari Krawang dan Bekasi itulah nilai sejarah Bangsa di torehkan hal itu terlihat pada kata-kata :

“ Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi’
Pada kata “Kami yang terbaring antara Krawang-Bekasi” ini mengandung makna berapa banyak para pejuang yang telah gugur di daerah Krawang dan Bekasi.Hal itu di perkuat lagi dengan kata:
“Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa”
Pada Kalimat tersebut tertulis “Belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa”.Betapa banyaknya Pahlawan yang telah gugur sampai-sampai Sang Penyair mengingatkan pada kita apa arti dari 4 sampai 5 ribu nyawa yang telah menjadi tulang-tulang yang berserakan,dan tulang-tulang yang berserakan itu berada di daerah kecil yang bernama “KRAWANG dan BEKASI”.Sebuah pengorbanan menjadi total ketika segenap jiwa dan raga menjadi taruhanya.Bumi akan bahagia bila sang putranya menyiram dengan darah para pejuang,Bumi mempunyai nilai lebih bila di tempat itu bersemayam bunga-bunga bangsa yang senantiasa menjadi pembelanya.Bumi tidak akan kecewa karena dari situlah dilahirkan putra-putra terbaiknya yang senantisa siap untuk menjaga dan membelanya.Harkat dan martabat Ibu Pertiwi menjadi tinggi karena Putra-putra terbaiknya senatiasa menjadi pengawalnya.Itulah kesan yang kami tangkap dari segi judul untuk “KRAWANG-BEKASI”.
PEMBAHASAN :
1. Sense (tema, arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau mencari-cari, menafsirkan).
Dilihat dari Sense karya Chairil Anwar dengan judul “Krawang-Bekasi” ini bertemakan perjuangan,sebuah tema yang identik dengan diri Sang Penyair,karena beliau hidup pada masa perjuangan yang penuh dengan heroisme dan beliau dikenal dengan pelopor angkatan’45.Banyak sekali karya beliau yang bertemakan perjuangan yang menjadi sepirit bagi para pemuda pada saat itu.Hal itu dapat dilihat dari kata : “Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi”.Kata “Merdeka” dan angkat senjata lagi mempunyai pengertian sebuah penjuangan untuk kebebasan mengatur negerinya sendiri.Salah satunya cara untuk mencapai cita-cita tersebut adalah dengan angkat senjata yaitu dengan jalan “Perang”.Pada kalimat lain nampak jelas kalau tema yang diangkat pada “Krawang-Bekasi” adalah sebuah perjuangan yaitu pada kalimat :” Teruskan, teruskan jiwa kami”,pada kalimat itu perjuangan harus dilanjukan meskipun banyak korban yang berjatuhan.Sedang yang dimaksud dengan “jiwa kami” adalah semangat dari para pendahulu yang telah gugur di medan perang supaya dapat dilanjutkan oleh generasi yang akan datang.




2. Feeling (rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan.
Sikap penyair dalam karya tersebut sangat tegas,lugas tanpa basa-basi dalam suatu perjuangan,hal itu dapat dilihat dari kata-kata :” Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan
dan harapan atau tidak untuk apa-apa,”.Pada kalimat tersebut terlihat bahwa sang penyair tidak mempunyai pamrih apa-apa dalam berjuang.Semua itu diserahkan oleh orang yang menilainya,yaitu jiwa mereka,semangat mereka itu dinilai untuk kemerdekaan,kemenangan,dan harapan atau tidak untuk apa-apa.Hal inilah yang kami katakan tidak mempunyai “Pamrih”apa-apa dalam perjuangan yang berkaitan dengan dirinya.Yang penting ia berjuang untuk mencapai kemerdekaan.

3. Tone (nada)
Yang dimaksud tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah hati, angkuh, persuatif, sugestif.
Pada karya “Krawang-Bekasi” ini sikap penyair terhadap pembaca adalah “Rendah Hati” dan “Tegas”hal itu terlihat pada kata pengharapan yanga ada yaitu :
“Kenang,kenanglah kami”
“Kami sudah coba apa yang kami bisa”
“Tapi kerja belum selesai,belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawa”
“Kami cuma tulang-tulang berserekan”
“Tapi adalah kepunyaanmu”
Pada bait diatas terlihat betapa Sang Penyair dengan kalimat pengaharap kepada pembacanya,penikmatnya,pemerhatinya menggunakan pilihan akhiran “lah” pada kata “kenanglah” dan rasa rendah hati itu dipertegas pada kalimat berikutnya yaitu : “Kami sudah coba apa yang kami bisa”.Pada kalimat tersebut dapat kita ketahui bahwa perjuangan itu penuh resiko tetapi Sang Penyair menyatakan bahwa ia sudah mencoba apa yang ia bisa walaupun nyawa jadi taruhannya.Meskipun begitu tetap ia menyatakan apa yang dilakukan belum selesai,memang selamanya perjuangan itu akan berkelanjutan sampai hayat dikandung badan.Kalimat lain yang menyatakan merendah adalah :”Kami Cuma tulang-tulang yang berserakan.Tapi adalah kepunyaanmu”.Pada kalimat itu ada kata “Cuma” yang seakan-akan hal itu tidak berarti,karena dinyatakan sebagai tulang-tulang yang berserakan.Padalah tulang-tulang yang berserakan itu adalah tulang para pejuang yang telah mengorbankan diri untuk tanah air dan bangsa.
4. Intention (tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan keyakinan yang dianut penyair
Tujuan dari Sang Penyair dalam karyanya “Krawang-Bekasi” disini sangat jelas yaitu sebagaimana karya-karya yang lainnya yang berkaitan dengan perjuangan,cinta tanah air dan cita-citanya untuk masa depan.Pada kalimat :
“Kenang-kenanglah kami”
Adalah sebuah himbauan,ajakan,pengharapan pada kita untuk senantiasa tidak melupakan perjuangan dari para pendahulu kita,walaupun para pejuang tersebut telah gugur.
“Kerja belum selesai,belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa”
Pada kalimat diatas tersirat makna untuk bekerja keras,melanjutkan pekerjaan yang belum tuntas,mempunyai etos kerja yang pantang menyerah.
“Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian”
Pada kalimat diatas sangat tegas sekali pernyataan atau tujuan dari Sang Penyair yaitu supaya kita selalu konsisten dengan pernyataan kita,ucappan kita,janji-janji kita,sumpah kita dan semua yang pernah kita ucapkan dan pada kata “impian” mengandung makna suatu cita-cita.Kita harus punya impian yang sesuai dengan kondisi kita.Impian itu tidak lain adalah cita-cita bangsa kita.
“Teruskan, teruskan jiwa kami”

“Menjaga Bung Karno,menjaga Bung Hatta,menjaga Bung Sjahrir”

Pada kalimat diatas yaitu “Teruskan,teruskan jiwa kami.Menjaga Bung Karno,menjaga Bung Hatta,menjaga Bung Sjahrir” mengandung makna kesetian rakyat kepada para pemimpinnya.Pejuangan tidak akan berhasil,cita-cita tidak akan tercapai kalau tidak ada kesetiaan antara rakyat dengan pemimpinnya.

Tujuan dari Sang Penyair akan nampak jelas dengan sarana-sarana yang disebut dengan metode puisi dibawah ini yaitu :

1. Diction (diksi)
Diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif maupun konotatif sehingga kata-kata yanag dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya.
Pilihan kata yang digunakan oleh Sang Penyair pada karya diatas “Krawang-Bekasi” sangat jelas dan lugas.
“Kami yang terbaring antara Krawang-Bekasi”
“Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi”
Pada kata “terbaring”mempunyai makna denotasi tidur terlentang,tetapi Sang Penyair menggunakan kata “Terbaring”yang mempunyai makna konotasi meninggal dunia,atau kematian.Akan tetapi kematian tersebut punya makna yang lebih mulia yaitu gugur sebagai pejuang.Hal itu dipertegas dengan pilihan kata pada kalimat berikutnya : “Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi” yang mempunyai makna sudah gugur di medan pertmpuran.
2. Imageri (imaji, daya bayang)
Yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi.
Imaji disebut juga citraan, atau gambaran angan.
a. Pencitraan yang digunakan Sang Penyair pada Puisi diatas adalah Citra lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran selingkungan
Hal tersebut terdapat pada judul puisi itu sendiri “Krawang-Bekasi” dan “Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi” itu semua Citra lingkungan.
b. Citra kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran kesedihan.
Citra kesedihan ada pada kata “Kami sekarang mayat”,kesan yang timbul kalau kita dengar kata “Mayat” adalah suatu kesedihan.
c. Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran .
Citra pendengaran ada pada kata “Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu”.Pada kata “bikin janji” dan “Aku sudah cukup lama dengan bicaramu” barkaitan dengan citra pendengaran.
d. Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.
Citra gerak “Krawang-Bekasi” terlihat pada baris “Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlabuh”. ”Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh”.Disini digambarkan ada keinginan yang sama,kemauan yang sama,dan tujuan yang sama untuk mencapai suatu cita-cita sehingga digambarkan seperti kapal yang bergerak membawa penumpang mencapai tujuan yang sama.
e. Citra intelektual, yaitu citraan yang timbul oleh asosiasi intelektual/pemikiran.
Citra intelektual “Krawang-Bekasi” terlihat pada baris ketiga bait pertama :
“Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati?”
Pada kalimat tersebut dibutuhkan pemikiran untuk memahami kata-kata tersebut di atas terutama sebuah pertanyaan dari Sang Penyair “Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,terbayang kami maju dan mendegap hati?” .Apakah yang dimaksud dengan “deru kami” pada kalimat tersebut ?,lalu apakah yang dimaksud oleh Sang Penyair dengan “terbayang kami maju dan mendegap hati?”.Bisa jadi yang dimaksud dengan deru kami yaitu segala keinginan dan harapan dari Sang Penyair.Atau semua gejolak hati yang tidak dapat disampaikan lewat kata-kata oleh Sang Penyair.
1. The concrete word (kata-kata kongkret)
Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Slamet Mulyana menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-kata yang telah dipergunakan oleh penyair, yang artinya tidak sama dengan kamus.
Pilihan kata yang di gunakan oleh Sang Penyair dalam karyanya : “Krawang-Bekasi” betul-betul bermakna dan berjiwa hal itu terlihat pada kalimat :
“Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi”
Kata “Terbaring” yang dimaksud oleh Sang Penyair tersebut bukanlah tidur terlentang diatas dipan atau lantai tetapi adalah sebuah “kematian"
“dipanggang diatas apimu, digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945”
Yang dimaksud dengan dipanggang diatas apimu,digarami lautmu bukanlah makna sebenarnya tetapi yang dimaksud dengan “apimu” adalah semangat perjuangan,motivasi-motivasi dari isi pidato Bung Karno yang penuh semangat dan jiwa revolusioner.
“Aku sekarang api aku sekarang laut”

“Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat”

“Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar”

“Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh”

Pada bait terakhir dari karya “Krawang-Bekasi” tersebut pilihan katanya sangat berjiwa sekali sampai-sampai Sang Penyair ikut larut dalam “api” dan “laut” Sang Pemimpin,bahkan Sang Penyair sudah menjadi satu urat dan satu zat yang artinya mempunyai cita-cita dan semangat yang sama dengan pemimpinya.

2. Figurative language (gaya bahasa)
Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan dan sebagainya. Jenis-jenis gaya bahasa antara lain
Gaya bahasa yang digunakan dalam karya “Krawang-Bekasi” adalah “
 Metafora,hal itu terlihat pada “Aku sekarang api aku sekarang laut”,disini Sang Penyair mengibaratkan dirinya seperti laut dan api,mempunyai sifat-sifat seperti api yang selalu membakar dan panas.Menpunyai sifat-sifat seperti laut yang selalu bergelombang,luas,tempat bermuaranya dan menampung semua sungai yang mengalir kearahnya.Artinya tempat menampung semua pendapat dari semua lapisan rakyatnya.Atau selalu bergerak dan bergelombang,artinya selalu bersemangat bak laut yang bergelombang.

 Personifikasi,hal itu terlihat pada “Kami sekarang mayat,Berikan kami arti” disini terlihat makna seakan-akan mayat yang secara sifatnya tidak dapat birbicara,tetapi oleh Sang Penyair “Mayat” tersebut dapat berbicara seperti manusia hidup dam berpesan “Berikan kami arti” dan seterusnya.

 Alegori,hal itu terlihat pada “dipanggang diatas apimu, digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh”

Kiasan yang digunakan diatas adalah seperti api dan laut dan senantiasa berjalan beriringan dengan Sang Pemimpinnya menjadi satu urat dan satu zat,sesuatu yang tak terpisahkan sehingga menggunakan kendaraan kapal-kapal untuk sampai pada tujuan yang sama.
1. Rhythm dan rima (irama dan sajak)
Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Pada puisi “Krawang-Bekasi” untuk Rhythm sangat jelas nampak ketika dibaca oleh seorang penyair karena berkaitan dengan turun naik,panjang pendek,keras lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur.
Rima adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam ini disebut cacophony.
Pada puisi “Krawang-Bekasi” mempunyai berbagai jenis rima yaitu :
 Pada bait pertama terdapat rima sempurna dan bersajak {aaaa} hal itu terlihat pada persamaan bunyi di suku-suku kata akhir yaitu : persamaan huruf { i }
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
 Pada bait kedua terdapat rima aliterasi dan bersajak {ab-aa},disamping itu ada perulangan kata yaitu “Kami”
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
 Pada bait ke tiga terdapat rima terbuka dan bersajak {aa} antara suku”sa” dan “wa”sehingga menimbulkan kesan yang sangat mendalam.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
 Pada bait ke empat terdapat rima tertutup dan bersajak {bab}
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
KESIMPULAN :
Dari analisis diatas maka karya Chairil Anwar dengan judul “KRAWANG-BEKASI” adalah sebuah karya puisi yang bertemakan perjuangan sehingga Feeling (rasa) yang timbul sangat tegas,lugas tetapi sangat indah untuk dinikmati.Sedangkan sikap penyair terhadap pembaca adalah penuh harapan supaya perjuangan itu dilanjukan dan mempunyai nilai dan yang menilai arti perjuangan itu adalah generasi penerusnya. Tujuan dari Penyair pada karya tersebut adalah semangat perjuangan harus selalu mengelora meskibut berada di daerah yang dianggap kecil.Pilihan kata yang digunakan oleh Sang Penyair juga penuh dengan ketegasan,atau keterus terangan dari Sang Penyair.Image yang digunakan sangat beragam mulai dari citra kesedihan,lingkungan,gerak,intelektual dan sebagainya sehinggapembaca ikut hanyut dalam perasaan Sang Penyair.Pilihan kata yang digunakan Sang Penyair sangat berjiwa hal itu terlihat dari bait perbait yang saling berkaitan.Gaya bahasa yang digunakan juga beragam yaitu Alegari,Personifikasi,dan Metafora.Rima yang digunakan oleh Sang Penyair juga sangat beragam mulai dari rima sempurna.rima aleterasi,rima terbuka dan rima tertutup.Dengan begitu karya Chairil Anwar dengan judul “Krawang-Bekasi” ini betul-betul hidup dan sangat berkesan bagi siapa saja yang membacanya sehingga menimbulkan semangat untuk melanjutkan sebuah perjuangan yang selalu berkelanjutan.Maka tak salah kalau Chairil Anwar ini dijuluki “PENYAIR LEGENDARIS INDONESIA DAN PELOPOR ANGKATAN ‘45”

1 komentar:

Arya Si Imut. mengatakan...

maaCyyyghh yahh qq ud adhh qOmentarnaa'''

KELAS 4A DIMASA PANDEMI

Kondisi pandemi yang hampir satu tahun ini menyebabkan pembelajaran dilakukan 100 % melalui daring. Anak-anak hanya bisa bertemu gurunya mel...