Antara Dua Anak Negeri
Relung-relung hati,sumsum tulang belakangku tertusuk jarum kemunafikan
Gerak-gerik tubuh terbatasi oleh geliat penghianatan
Aroma penghancuran norma-norma tercium sampai kelpelosok negeri
Bak bau bunga bangkai yang mengundang lalat-lalat berterbangan
Dua anak kandung negeri saling menghujam belati di dada sanubari
Hilang akal
Hilang naluri
Keangkuhan Istana tak kunjung beraksi
Sabar-sabar... kata yang terucap dari sang Pemimpin
Bergejolak.....
Mengelegak.....
Ruyam durjana ditelan nafsu serakah
Burung-burung pemakan bangkai kian bersorak
kian bebas menyerang dan menerkam
Karena.......
Pedang keadilan telah berpihak
Tajamnya hanya untuk sang duafa
Dalil-dalil hukum telah dapat terpatahkan
Tak berlaku bagi yang empunya
Sabda sang Ulama kian tak diperhatikan
Bahkan dianggap gila nestapa
Pembawa lencana kian meradang dan menerjang
Mencari seribu sasaran untuk dikriminalkan
Dulu kawan sekarang lawan
Tak peduli walau sang pemimpin telah menitahkan
Hentikan.....
Hentikan.....
Semua tak punya arti
Kini keputusan telah diuji
Tinggal menunggu hari
Sampai kapan ini berati
Karna sudah tak berarti harumnya bunga melati
kian bebas menyerang dan menerkam
Karena.......
Pedang keadilan telah berpihak
Tajamnya hanya untuk sang duafa
Dalil-dalil hukum telah dapat terpatahkan
Tak berlaku bagi yang empunya
Sabda sang Ulama kian tak diperhatikan
Bahkan dianggap gila nestapa
Pembawa lencana kian meradang dan menerjang
Mencari seribu sasaran untuk dikriminalkan
Dulu kawan sekarang lawan
Tak peduli walau sang pemimpin telah menitahkan
Hentikan.....
Hentikan.....
Semua tak punya arti
Kini keputusan telah diuji
Tinggal menunggu hari
Sampai kapan ini berati
Karna sudah tak berarti harumnya bunga melati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar