Tahun
2014 ini penuh dengan bencana di negeriku, Gunung Sinabung di Sumatra ta
henti-hentinya mengeluarkan lahar panas dan debu beribu-ribu ton tiada henti
sampai akhir Januari ini, disusul dengan banjir di Jakarta yang semakin luas,
tak lama kemudian banjir bandang melanda Manado dan menelan korban jiwa kurang
lebih 20 orang, banjir di Jawa Tengah meluas di jalur pantura sehingga
melumpukan jalur ekonomi, paokan bahan bakar ke beberapa SPBU terhenti
pengiriman logistik kebebrapa daerah juga terhenti karena banjir hampir
menenggelamkan jalan Dandeles yang merupakan urat nadi perekonomian pantura.
Berita duka ternyata belum berakhir,
ada berita baru tentang terjadinya genpa bumi 6,5 skala rickter di daerah
Bantul sampai Kebumen. Tanah bergerak di daerah Jawa Barat, banyak rumah-rumah
yang roboh, ternak-ternak yang mati, padi-padi yang tenggelam, tambak-tambak
yang ikannya hilang, tanah-tanah longsor.
Sungguh
ironis di negeriku yang tercinta ini, sebenarnya apa yang terjadi dengan semua
ini ?, apa yang sedang dipertontonkan alam pada kita semua ?, kenapa senandung
kepiluan yang didengarkan, kenapa orkestra tangis mulai dari Sinabung, Jakarta,
Manado, Bantul, Kebumen dan sebagian kota di Jawa barat dimainkan secara
bersamaan ?.
Media
TV tak henti-hentinya menayangkan kepiluan warga negara yang tak berdaya,
sementara para politisi menebar janji lewat baliho-baliho yang dipasang
hampir di semua pojok-pojok jalan untuk
dapatnya dipilih untuk menduduki kursi dewan yang empuk.
Indonesia,
negeri dengan ribuan pulau yang sumber daya alamnya melimpah ruah, kini
kelimpungan menderita oleh serangan bertubi-tubi dari bencana yang melanda.
Indonesia yang merdeka dengan ribuan nyawa dikorbankan, mulai dari Patimura,
Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Antasari, I Gusti Ketut Jelantik, Cut
Nyak Din, Panglima Polim, Teuku Umar, dan masih banyak lagi darah para shuhada
mengalir demi berdirinya Republik ini. Akankah sia-sia perjuanga beliau-beliau
ini untuk Republik ?
Belum
lagi peristiwa heroik arek-arek Surabaya yang terkenal dengan peristiwa 10
Nopember, disusul dengan Palagan Ambarawa, Bandung lautan api, Medan Area dan
masih banyak peristiwa untuk menyuarakan kemerdekaan NKRI ini. Kenapa peristiwa
ini tidak menjadi pelajaran untuk bersuyur atas karunia yang telah diberikan
oleh Allah S.W.T
Kenapa
kita tak kembali kepada Pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan ini atas berkat
Rahmad Allah Yang Maha Kuasa yang didorong oleh keinginan luhur untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, mensejahterahkan bangsa, melindungi segenap
bangsa Indonesia ?. kenapa darah para shuhada tidak dijadikan penyemai
kemakmuran rakyat Indonesia ?, kenapa justru kerusakan alam yang
dipertontonkan, penebangan hutan di Kalimantan berhektar-hektar, disusul dengan
Sumatra, Sulawesi, Papua dan Jawa ?
Apakah
ini semua bukan sebuah peringatan menjelang pemilihan anggota legeslatif pada
tanggal 9 April 2014 yang akan datang ?. atau bukan sebaiknya uang untuk pemilu
tersebut dikembalikan kepada rakyak melalui pembangunan infrastruktur yang
rusak akibat bencana alam tersebut, bendungan-bendungan yang jebol,
jembatan-jembatan yang putus, sekolah-sekolah yang hancur, sawah-sawah yang
gagagl panen, atau rumah-rumah penduduk yang rusak dan rumah sakit-rumah
sakit bagi warga yang menderita akibat
bencana tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar